Travelling di tiga negeri dengan si Ipah (2) -Eksotik danau toba

Selepas kota “ Tarutung “, mata terasa sangat berat. Dalam gelap malam si Ipah berjalan terseok seok . Barangkali badannya pun terasa lelah, karena semenjak jam empat dini hari dari Kota Padang, dia telah memacu dirinya untuk mengantarkan kami sampai tujuan. Kecamatan demi kecamatan kami lalui antara lain : Tarutung – Siborongborong – Balige – Porsea – Parapat, hingga akhirnya kami sampai di Kota Parapat pada jam 23.00 wib. Secara teliti abangku menghitung jarak tempuh perjalanan yang telah kami tempuh dari kota Padang adalah 645 km – dalam waktu 19 jam. Berati Si Ipah ternyata hanya mampu berlari dengan kekuatan 40 km/jam saja.

Semula rencana perjalanan, kami akan melintasi Pulau Samosir menuju Tomok dan Tuktuk malam itu. Akan tetapi mengingat jarak dan lamanya perjalanan, maka menginap di Kota Parapat adalah pilihan yang paling tepat saat itu. Kami menginap di Inna Parapat – sebuah hotel yang terletak ditepian danau Toba. Suasananya serasa kami berada di negeri angan-angan – ingin terulang kembali yaitu “ Rosebay “ – Aussie.

Ketika kami berada ditepian Danau ini yang eksotik dengan keindahan alamnya, aku dan suami, kakakku dan isterinya, serta anak dan keponakanku – berciloteh tidak karuan – seperti halnya Anda pun mampu membuat kalimat humor menggunakan dialek Batak. Bahkan dari marga-marga Batak kita biasa menyusun menjadi kalimat yang lucu. Di Parapat ini kami mendapat SMS – bahwa cucu kakakku di Medan telah lahir. “Tapii…. Ketika lahir tulang-nya ndak ada. Kami tertawa geli juga, karena sesungguhnya memang Tulang – sebuah panggilan Oom di tanah Batak – yang ditujukan kepada Nicky – keponakankaku alias Oom si cucu kakakku itu, saat ini tinggal di Bali.

Dalam berkisah ini, lebih dahulu akupun menyampaikan permohonan maaf kepada para sobatku yang berasal dari Tapanuli/Batak yang saat ini akan kami jadikan obyek gurauan atas nama nama marga Batak itu. Mereka adalah yang pernah menjadi teman-temanku sewaktu di Kampus dulu seperti Hotman Sitompul, Partahi Sihombing, Ramli Hutabarat – yang sekarang berkiprah sebagai pengacara. atau sekarang yang juga menjadi teman sekerja seperti Saud Maruli Siregar, Marapada Hasibuan, Johan Arifin Sinaga dll. …..

Semenjak berteman dengan mereka, aku selalu memberikan apresiasi kepadanya. Pernah kukatakan pada mereka. “ orang Batak adalah suku bangsa yang paling realistis. “ Jika mereka ingin “ untung”, maka orang tuanya memberi nama “ provit “ Sitanggang”, begitu kataku pada nama teman yang bernama P. Sitanggang. Juga jika ingin anaknya selalu tersenyum pada setiap kesempatan maka ia akan memberi nama “ Senyun Manulang, begitu pula kataku pada S. Manulang. Ada Edison Sibarani – padahal sungguh si Edison itu tidak pemberani atau Maklumat Rajaguguk – yang orangnya sangat kalem dan pendiam. Tidak pernah ia menunjukkan sikap arogan atau sombong. Tak kurang pula merekapun berargumentasi : Lalu apa bedanya ..Vy dengan wong Jowo yang kasih nama anaknya penuh makna.

“ Kau lihat itu si Untung atau si Sugi atau si Slamet dan semua nama pasti ada makna.., demikian katanya. “ Agar anaknya menjadi baik mereka kasih nama “ Su “, maka bertebaranlah nama itu orang dengan awalan suku kata Sugiharto, Sujarwo, Suparjo, dll

“ Hemmm benar juga sih… Tak kalah mereka meledekku, apa arti rosniar…sinang.. dan banyak nama-nama kawan minangku yang tidak punya arti. Melainkan karena enak didengar saja. Rosyetti – asniar – Begitulah suasana yang terjadi puluhan tahun yang lalu – dimasa masa paling indah dulu.

Duh…. begitu banyak nama-nama teman yang kami jadikan bahan gurauan diantara kami sesama mahasiswa. Akhirnya waktu dulu – tidak habis-habisnya kami berciloteh untuk mencari padanan kata untuk memberi perumpaan pada para marga Batak – teman – teman kami itu.

Demikianlah, ketika kepada mereka aku meminta kepastian arti dari tahi bonar “ – apakah sama dengan sesuatu titik titik manusia ? Seketika aku harus lari jumpalitan dari mereka – karena takut kupingku di jewernya, oleh teman-teman Batak itu, karena aku salah memberikan penafsiran dan tidak sesuai dengan harkat dan martabat yang sesungguhnya, yang artinya yaitu : ………………

“ Awas kau… ndak kukasih kau tentir sosiologi hukum, demikian ancamannya padaku. Sungguh untuk ilmu-ilmu killer yang ada pada jurusan ku – komunitas Batak yang ada dikampus ku waktu itu adalah jagonya.

Nyatanya apa yang kukenal dan aku ketahui tentang teman-teman dari tanah Batak semasa masih di bangku sekolah dan kuliah dulu hingga sekarang adalah :

Sebagian mereka adalah cerdas-cerdas, lebih banyak menggunakan otak sebelah kanan (ilmu eksakta dan kecerdikan), ulet, solider terhadap sesama etnis dan maaf lebih suka berkelompok dalam komunitas sendiri. Sesungguhnya mereka adalah lembut dan baik hati.

Mengapa mereka terkesan keras dalam bercakap-cakap ? Ternyata ada konsonan kata yang keluar dari tenggorokan mereka – menimbulkan penekanan tertentu pada kalimat yang diucapkannya– seperti halnya orang Jawa yang terkesan medho’ ketika menggunakan huruf dan suku kata b, d, mb didalam kalimat yang diucapkannya. Begitu juga orang minangkabau yang berbicara mendayu – dayu dan memiliki kesamaan dengan melayu muda lainnya di tanah Sumatera seperti : Aceh, Melayu, Deli, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung dan Sumsel. (waduh kemana pula urutan ceritanya nih..)

Dilihat dari sudut pandang manapun, wilayah seputar Danau Toba penuh dengan eksotika. Mulai dari alamnya maupun kebudayaan tanah Batak. Dari sini pulalah lah aku akan bercerita pada kawan….

Di tengah Pulau Samosir masih ada danau lagi. Begitu informasi yang aku peroleh. Jadi ada danau di atas danau. Untuk itu perlu pembuktian bukan..???

Begitu kaki menginjakkan kaki di Parapat, banyak yang bisa dilakukan pelancong untuk menikmati danau dan alam sekelilingnya. Mau berenang, naik perahu, berkeliling danau, atau sekadar memandangi air. Semua menyenangkan. Dari Parapat ini, Pelancong juga bisa menuju ke Pulau Samosir. Disini tersedia angkutan feri yang berangkat tiap jam ke Desa Tomok. Tomok merupakan desa utama di pantai timur Samosir. Desa ini merupakan salah satu tujuan turis. Di Tomok antara lain terdapat sejumlah rumah tradisional tua dan komplek makam Raja Sidabutar – rajanya Batak Toba. Jika ingin mengitari danau juga bisa menyewa perahu motor. Penginapan dari yang sederhana sampai hotel berbintang banyak tersedia. Untuk makan pun tak perlu repot. Rumah makan, restauran, dan kafe bertebaran. Mau souvenir buat oleh-oleh? Pelancong dengan gampang mendapatkannya di Parapat atau juga di Pulau Samosir. Danau Toba bisa dicapai dari dank e Kota Medan dengan kendaraan pribadi, mobil sewaan atau angkutan umum. Dari Medan bisa lewat Parapat baik melalui Tebing Tinggi dan Pematang Siantar. Bisa juga melalui rute desa Pematang Purba-Karo sampai Brastagi. Pemandangan di sepanjang perjalanan tak kalah menariknya.

Lagi-lagi kami bernyanyi riang – menyanyikan lagu jadul yang menggambarkan sebuah perjalanan orang Medan hingga ke kota Bukitinggi.

“ Sai selamat ma sinegeri negeri ageni si buali buali. Tu Siantar tu sipirok padang panjang fortdecock sai selamat ma sinegeri negeri.”, ketika meninggalkan Parapat di pagi hari itu. Kami berangkat menuju kota Medan melalui kota Bratagi.

Danau Toba menyuguhkan daya tarik tersendiri. Apa sajakah itu?

Suasana alam yang sejuk, peranginperangin yang siregar, aritonang, nyaman langsung terasa. Secara perlahan kami menyisir danau yang indah melewati perbukitan dan tobing tobing yang curam. Sejauh mata Pandiangan (memandang) yang terlihat adalah lautan air tawar. Lautan air tawar ini, sebelumnya terbentuk karena letusan supervolcano sekitar 75 ribu tahun silam. Setelah letusan terjadi, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi danau. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.

Secara bergurau suamiku berkata : “ndak disangka bahwa Samosir pun ternyata punya cucu. Semula kami kaget – karena diantara lautan air tawar itu terdapat pula pulau-pulau kecil dipinggiran danau itu. Dipinggir Danau Toba yang aritonang (tenang) – dengan latar belakang pulau Samosir yang tidur bagaikan bidadari – kami segera berfoto untuk mengabadikan pemandangan ini.

Karena Pulau Samosir – dikenal sebagai pulau vulkanik, maka Samosir menjadi sebuah pulau dalam pulau yang menyimpan misteri dari sebuah legenda-legenda yang ada di pulau itu. Kami men – sitoruskan (meneruskan) perjalanan melewati jalan sitinjak (menanjak ) dan manurung (menurun) diantara pohan pohan cemara di perbukitan dan tobing-tobing yang tidak terlalu ginting (curam). Dari atas ketinggian bukit kami melewati jalan manurung dan sitinjak itu, kita bisa menyaksikan hamparan air membiru yang luas bak lautan.

Herannya dan menjadi tandatanya bagiku – mengapa parluhutan (hutan) disepanjang bukit bukit tepian Danau itu semakin gundul ? Apakah ada penggundulan hutan ? Entahlah.

Kepenatan perjalanan darat lebih dari empat jam menuju Kota Medan langsung sirna. Kami ber harahap , ditengah perjalanan yang mempesona ini, secepatnya kami tiba di Kota Medan. Disana kakak kami yang tertua tengah bersedih – menunggu kedatangan kami – karena hampir dua minggu sebelumnya “ cucu kesayangannya “ Zainah sang permata hati – dalam keadaan koma setelah mengalami cidera otak berat pada kepalanya akibat tertimpa sebuah TV uk 20 Inc.

Bagi kami semua ada hikmahnya – bahwa perjalanan ini yang telah kami rancang jauh sebelumnya – bahkan ingin berkunjung ke Pulau Nias sekalipun – tidak diduga harus mengalami musibah yang bersamaan waktunya dengan perjalanan kami ini. Begitulah sesuatu yang berlebihan dimana manusia yang berencana, maka Tuhanlah yang menentukan.

Kami memasuki kota Medan ba’da dhuhur. Kota besar di belahan utara Pulau Sumatera ini adalah termasuk kota tua seperti kota kelahiran ku. Geliat kota ini sangat jelas yaitu sebagai kota perdagangan/bisnis dan industri. Yang terkesan olehku – terutama di tengah kotanya serasa berada di kota Singa. Ini adalah miniature Singapura diseputar Medan Kota.

Barulah aku menyadari bahwasanya Kota Medan tidak identik dengan kotanya orang Batak. Walaupun ada istilah “ Ini Medan bung “…!!! – untuk menunjukkan siapa penguasa dan mayoritas di Kota itu. Siapakah itu..???

Dikota ini berdiam berbagai suku bangsa yang sama sama bergiat dalam perdagangan dan bisnis. Akan tetapi yang merajai dunia perdagangan dan industri adalah bangsa yang bermata sipit. Karena itulah aku dapat mengumpamakan kota ini sebagai miniaturnya negeri Singa. Kotanya bersih dan jauh dari bertebarnya pedagang kaki lima. Jauh dari suasana semrawut – seperti yang kita lihat di kota Jakarta. Untuk yang satu ini – kita patut mengacungkan jempol deh…

Jika Anda ingin menikmati wisata kuliner, silahkan jalan-jalan ke Titi Bobrok untuk menikmati Mie Aceh, atau menikmati Soto Medan di jalan yang aku sudah lupa namanya, atau menikmati nasi goreng di wilayah orang keling di pasar…. Demikian pula – jika ingin menikmati suasana “ Orchard Road “ – jalan-jalanlah ke Merdeka Walk yang berada di Pusat kota Medan. (bersambung).

Satu Tanggapan to “Travelling di tiga negeri dengan si Ipah (2) -Eksotik danau toba”

  1. Wah travling ga ngajak2 ternyata mau napak tilas masa muda yang mungkin belum terlaksana…..duuuh kayaknya mesra amat dech ichhh…

Tinggalkan komentar