Masa bersama Engku Sep – Kepala Stasiun Tabing

Evy Djamaludin

Pengantar : 

Buah Memori

Stasiun Tabing terletak k.l 10 km dari pusat kota Padang. Engku Sep kembali berdinas dan menjalankan tugasnya seperti sedia kala. Rumah jabatan Engku Sep terletak k.l 200 m, tidak jauh dari Stasiun. Seperti umumnya rumah jabatan kepala stasiun, rumah ini memiliki 3 kamar tidur – sebuah rumah panggung berlantai dan berdinding papan. Dibelakang rumah terdapat pohon langsat yang berbuah lebat disaat musim tiba. Didekat dapur terdapat pohon timun suri yang lebat buahnya. Dagingnya dikeruk seperti kelapa muda dan diampur dengan es dan sirup. Saat bulan puasa tiba – buah ini dapat dijadikan sebagai minum pembuka puasa. Dipagar rumah terdapat pohon lembayung yang berwarna ungu tua. Bungsu—anak Engku Sep senang sekali memetik tanaman ini, karena warnanya yang indah bila menempel di tangan.

Isteri Engku Sep sangat rajin bertanam bunga. Pada pagar beranda rumah itu, ia menaruh pot-pot bunga garbera berwarna kuning. Pada halaman terdapat bunga dahlia merah serta deretan bunga bawang putih dan kuning. Setiap pagi isteri Engku Sep menyiram tanaman yang asri itu. Saat kepindahan Engku Sep ke Stasiun Tabing ini, Bungsu masuk sekolah TK Angkasa milik Angkatan Udara. Letak TK Angkasa k.l 4 km dari rumah dinas Engku Sep. Tidak seperti kakak-kakaknya yang sudah bersekolah di Padang, si bungsu tetap dibawah ketiak kedua orang tuanya. Si bungsu akan menjadi “Kampiah Sirih” (dompet sirih) isteri Engku Sep. Bersekolah di TK Angkasa :

Pagi itu, bungsu dimandikan oleh Nanak. Rambut panjangnya dikepang dua. Segala kebutuhan di sekolah sudah dipersiapkan. Hari ini adalah penerimaan murid baru TK Angkasa itu. Anak-anak berpegangan tangan dengan ibu masing-masing.
Bungsu sangat cemas dan berkata kepada Nanak, bahwa ia ingin ditunggui selama waktu belajar. Semua anak-anak mulai dipanggil satu persatu dan dikelompokkan sesuai dengan usianya oleh guru-guru di TK ini. Bungsu masuk dalam pilihan kelas kecil. Usianya lima tahun dianggap masih kecil ketika itu.

Anak-anak baru histeris ketika para orang tua di perintahkan meninggalkan ruang kelas. Nanak pamit kepada Si bungsu. Air mata bungsu berlinang untuk mengizinkan Nanak meninggalkan ruang kelas. Bungsu masih menyaksikan Nanaknya mengintip dari balik jendela kelas. Namun apa yang terjadi sesudahnya ? Ketika jam belajar usai, Nanak sudah tidak ada disekolah. Ia sudah pulang kerumah. Bungsu menangis dengan perasaan cemas. Ketika itu datanglah Ibu “ Ros “ membujuk bungsu.
“ Tidak usah kawatir sayang”, sebentar lagi kamu akan diantar pulang”.“ Rumahmu di Stasiun Tabing bukan … ?

Sekarang, mengertilah bungsu bahwa ada mobil antar jemput disekolah ini. Mobil antar jemput itu adalah sebuah truk beratap terpal yang biasanya digunakan untuk mengangkut personil Auri. Dalam mobil truk ada tempat duduk berupa bangku panjang, terdiri dari 3 baris. Bungsu menaiki mobil jemputannya dan mengantar pulang kerumah bersama murid – murid TK yang lain. Murid TK diturunkan didekat rumah mereka masing-masing.

Kini tidak terlihat wajah kawatir lagi. Nanak menampung semua celoteh anak bungsunya itu. Kesan mengenai sekolah, teman-teman dan guru-gurunya.  Dengan bangga Bungsu menceritakan keikutkan sertaannya bernyanyi didepan kelas. Inilah hari-hari membahagiakan bagi seorang anak yang melewati masa balitanya.
Disaat hari – hari yang penuh keindahkan itu, bungsu sering pergi bermain ke stasiun bercengkrama diantara pedagang yang menjajakan makanan yang lezat.  Semua lengkap tersedia  ; sate padang, palai bada, pinukuik (pan cake), kue mangkok, bingkuang, dll. Kuliner terkenal dari Stasiun Tabing, adalah palai badaa. Penumpang kereta sering membeli palai bada (pepes teri – pen) sebagai oleh-oleh perjalanan penumpang tujuan darek ; Bukittinggi hingga Sawahlunto.

Di ruang kerja Engku Sep, ada peralatan komunikasi yang disebut ”morse”. Dengan cekatan Engku Sep menekan tombol alat berupa sinyal yang berbetuk garis dan titik. Garis dan titik inilah yang dibaca oleh penerima berita tentang kedatangan dan keberangkatan kereta. Sangat rumit untuk membcanya, bila dibandingka dengan sistem komunikasi perkerata apian saat kini. Selain itu peralatan kerja Engku Sep yang lain, adalah terompet, dan raket kayu. Bila terompet dibunyikan dan raket kayu diayunkan, maka kereta api boleh berjalan pelan meninggalkan stasiun. Saat kereta berada distasiun, terdengar hiruk pikuk suara pedagang, pembeli dan penumpang. Suasana itu berakhir saat pluit lokomotif berbunyi kencang dengan deru loko bernafas yang terengah-engah, bagaikan sebuah olok untuk para pekerja kereta. Carriiiii duiiiiiiit.. Syusyah payah …. syusyah payah syusyah payah. JJJ

Melakukan tugas perlintasan kereta api, Engku Sep harus bangun pada malam dinihari. Biasanya rangkaian kereta kosong datang dari Stasiun Padang menuju stasiun Pariaman. Nanti kereta ini akan mengangkut penumpang dari Pariaman hingga stasiun persinggahan Sicincin, Kurai Taji, Lubuk Alung, Pasar Usang, Duku, Lubuk buaya, Tabing hingga stasiun terakhir di Pulau Air. Stasiun Tabing, tidaklah besar – namun dalam kebanggaan seorang anak, Bungsu merasakan betapa papanya di hormati oleh para klerk yang bekerja di stasiun itu. Meliputi kondektur, masinis, tukang sapu, dan para pedagang. Engku Sep sangat gagah berbalut uniform putih, peci merah menghalau kereta yang berangkat meninggalkan stasiun. Peralatan seorang Kepala Stasiun, terdiri dari terompet, bendera bulat terbuat dari kayu – seperti raket. Distasiun Tabing, peralatan kominikasi yang tersedia adalah peralatan kawat atau peralatan morse.

Rutinitas bungsu pada masa itu adalah bermain di stasiun. Menikmati makanan pemberian pedagang. Tinggal makan apabila dapat penawaran. Bila sudah kenyang, bungsu pulang kerumah, karena ia tidak punya alat bermain, Si bungsu sering keluyuran dari tetangga ke tangga. Ia bukan anak rumah. Bersama teman-temannya ia bermain ke Wisma Auri yang terletak diseberang rumahnya. Dari silaturahmi keluyuran ini, suatu ketika tercipta hubungan baik antara para Perwira Auri itu dengan Uning mas – kakaknya  bungsu. Uning Mas beroleh kemudahan untuk menaiki pesawat herkules dari kota Padang menuju Jakarta. Lebih murah ketimbang  naik pesawat komersial Garuda.

Perkenalan bungsu dengan pilot Hercules – Auri itu diawali dari rasa penasaran sang pilot pada seorang gadis cantik – berkulit  putih, berambut ikal coklat. Gadis itu sering tampak dari rumah Engku Sep. Mereka penasaran terhadap gadis itu. Siapakah gadis itu??? Gadis cantik itu, tidak lain adalah Uning Mas. Uning Mas sering duduk diberanda rumah untuk menjahit baju pengantennya bersulam benang emas .
“ Neng , siapa gadis yang ada dirumahmu itu ?? kira kira, demikian tanya Perwira muda itu dalam dialek bahasa Jawa.  “ Boleh kami berkenalan ? demikian perwira-perwia itu bertanya pada si bungsu.

“Boleh …. , kata bungsu tanpa curiga. Dia kakak saya. Tinggal di Jakarta… jelasnya.

Bungsu menceritakan pertanyaan perwira itu kepada Uning.  Uning Mas menyambut baik ajakan perkenalan pilot pesawat Hercules itu. Perkenalan ini berlanjut menjadi jalan kemudahan bagi Uning untuk berangkat naik pesawat Hercules, pergi pulang Padang- Jakarta. Ketika itu kakaknya bungsu, sedang mengurus surat menyurat yang diperlukan untuk menyusul suaminya yang sudah berangkat lebih dahulu ke Jepang.

Sinterklas dan Piter Piet :

Pada uatu hari bertempat di Markas Auri,  diselenggarakan perayaan Natal. Murid – murid Tk diundang dalam perayaan ini. Bungsu dan murid TK lainnya berbaris tertib menuju Gedung Pertemuan yang letaknya tidak jauh dari sekolah, Dari kejauhan bungsu melihat ada beberapa orang yang sangat hitam. Rupanya buruk dan menakutkan. Jantung bungsu berdebar-debar.. sambil bertanya-tanya dalam hati. Siapakah mereka itu. Mengapa mereka hitam legam. Bungsu bersama kawan-kawan saling berpegangan tangan dengan perasan takut.  Ada orang yang berpakaian dan bertopi merah serta dan Orang hitam itu, manyambut kedatangan rombongan murid -murid dipintu utama ruang pertemuan. Diantara murid ada yang mulai menagis karena takut. Pemandu acara memandu kami ketempat yang sudah ditetapkan. Guru TK, memberitahu murid-murid bahwa orang hitam itu disebut Piter Piet. Sedang orang yang berbaju merah disebut Sinterklas. Murid TK bergabung dengan keluarga besar Auri beserta keluarganya menikmati acara yang disuguhkan panitia perayaan natal itu. Sinterkalas mengajak anak-anak bersuka ria sambil membagi-bagikan hadiah hingga acara usai.

Ada kejadian lucu kala itu. Pada akhir acara bungsu merasa ingin buang air kecil. Setelah minta izin pada Ibu Guru, bungsu dan teman-temannya pergi menuju toilet. Sesaat setelah buang air kecil bungsu dan temannya terpencar satu sama lainnya. Ketika itulah bungsu berpapasan dengan Piter Piet yang hitam legam itu dipintu toilet. Ia meringis tersenyum.

“ Bu Guru ….. toooloooong, teriak bungsu dengan kerasnya. Piter Piet berupaya menenangkan bungsu dan kawan-kawannya. Namun tindakannya ini membuat anak-anak tambah berteriak ketakutan.  Suara anak-anak yang ketakutan terdengar sampai kedalam ruang pertemuan. Hal ini membuat kegaduhan yang berantai di ruang pertemuan. Semua murid Tk Angkasa bertangisan dan menyangka bungsu dan kawan-kawannya akan dikarungi oleh gerombolan orang hitam itu. Tentu saja hal ini menakutkan, bagi anak anak TK itu. Karena dari perbincangan anak TK itu,  ada info bahwa orang hitam legam itu suka menangkap anak-anak nakal.

Suasana menjadi tenang ketika sinterklas datang membagi-bagikan permen kepada murid-murid termasuk anak anggota Auri lainnya.

Sesampai dirumah , bungsu menceritakan kejadian pagi itu pada Nanl. Nanak tertawa tergelak-gelak, sambil menceritakan pada Bungsu, bahwa Pieter Piet menjadi hitam legam, karena badannya telah diwarnai hitam. Bertahun lamanya, kita memahami bahwa anak anak dilibatkan, dalam perayaan natal dimana Pieter Piet dan Sinterklas adalah sosok yang suka menebar hadian di hari Natal.  Tahukah anda orang hitam adalah bangsa negro atau Mooris, yang dijadikan budak oleh umat kristiani untuk pelaksanaan ritual natal.

Perayaan Anak Nasional :

Suatu hari Ibu guru menyampaikan berita bahwa TK Angkasa akan mengikuti berbagai event penting dalam tahun itu. “Anak-anak …..ibu minta berlatih untuk dapat mengikuti acara penting tahun ini. ” Kalian akan tampil dalam berbagai macam perlombaan “, demikian jelas bu Guru.

Bungsu segera mengacungkan tangan untuk mengikuti event tersebut. Bungsu terpilih dalam kegiatan karnafal, kegiatan perlombaan dan kegiatan tarian.
Nanak segera menjahitkan baju si bungsu, untuk keperluan acara itu. Baju digunting melalui pola kertas yang diukur kebadan. Pola ditempel ke badan ber-ulang-ulang agar pas di badannya anaknya.  Semua murid TK melakukan karnafal dan dipusatkan di Lapangan Imam Bonjol. Murid TK berbaris dari Kotapraja di Simpang Empat Padang menuju lapangan Imam Bonjol. Di Lapangan Imam Bonjol ini, murid TK mengikuti aneka acara perlombaan. Bungsu mewakili TK Angkasa, berhasil memenangkan salah satu perlombaan. Tak terkira gembira hati bungsu, ketika namanya dipanggil keatas panggung untuk menerima hadiahnya. Kemenangan ini menumbuhkan kepercayaan yang luar biasa bagi seorang anak pada usianya itu.
TK Angkasa dipimpin Ibu Ros, adalah sosok yang menjadikan kegiatan sekolah Angkasa bersemarak. Semarak kegiatan sekolah ini sangat menyenangkan hati bungsu.

Latihan Gabungan Perang-perangan :

Pagi itu, mobil jemputan bungsu tidak kunjung datang. Engku Sep terpaksa mengantarkan anaknya kesekolah dengan menggunakan Angkutan umum. Disekolah tidak banyak murid-murid yang datang, karena mayoritas murid TK tinggalnya di Kota Padang. Walaupun dengan suasana kelas yang sepi Bu Endang dan Bu Ati tetap mengajar murid-murid dikelas masing-masing. Saat berada di kelas, terdengar bunyi meriam menggelegar disekitar sekolah. Terjadilah baku tembak yang hebat antar pasukan di lapangan udara. Lokasi Bandara Tabing letaknya hanya 100 meter dari sekolah.

Murid-murid berteriak ketakutan. Ibu Guru pucat pasi. Kehadiran guru hanya tiga orang. Suasana mencekam. Bu Guru belum mengerti, ada apakah yang terjadi. Dari sekolah akan terlihat dengan jelas lalu lalang ambulan, pemadam kebakaran serta deru pesawat Hercules yang baru mendarat. Sejumlah tentara mengambil posisi siap tempur. Murid-murid ketakutan. Ditengah suasana yang mencekam itu, jam pelajaran diperpendek, murid TK dipulangkan kerumah. Bungsu pulang kerumah dengan berjalan kaki yang jaraknya 4 km dari sekolah. Masyarakat bergerombol diteras rumah masing-masing, cukup menenangkan hari bungsu. Mereka menyaksikan peristiwa itu sebagai tontonan yang menarik. Angkutan umum yang berlalu lalangpun tidak ada lagi.

Sebenarnya bungsu telah melihat bagaimana para tentara berlalu lalang di jalan raya dalam perjalanan dari rumahnya ke Sekolah. Banyak tentara bergerombol dekat rumahnya. Namun masyarakat tidak ada yang tahu. Persiapan tentara untuk melakukan peperangan begitu rapih. Peralatan komunikasi, tank waja, dan truck pengangkut personil berjejer disepanjang jalan. Sebelum sampai dirumahnya, bungsu singgah di Stasiun. Ia bermaksud mencari papanya. Seketika  itu Bungsu di usir personil tentara baret hijau.

“ Jangan kesini…. Upik, serunya. Dimana rumah mu ?

“ Saya anak Engku Sep, pak. Mau bertemu Papa, kata bungsu.

“ Tidak bisa…, ayo segera pulang kerumah. Nanti kamu kena peluru nyasar.

Sebelumnya masyarakat tidak menyadari bahwa personil TNI akan latihan-perang-perangan, yang dipusatkan di Tabing. Bandara Tabing sebagai daerah strategis harus diamankan pihak ABRI, demikian pula Stasiun Tabing. Nanak menceritakan semua kepada bungsu, bahwa saat ini sedang berlangsung latihan perang-perangan. Penduduk dilarang keluar rumah namun diperbolehkan menoton dari rumah masing-masing.

Di Stasiun terdapat bendera berwarna hijau. Bendera ini akan di perebutkan oleh 2 kelompok pasukan tentara. Tentara menyelinap diantara semak-semak belukar. Berjalan mengendap-endap. mengintai dari sebuah Sekolah Dasar yang berada persis didepan Stasiun. Entah mana yang tentara musuh, dan mana yang TNI, bungsu tidak paham. Yang ia ketahui bahwa tentara itu dilapisi dedaunan semak belukar dan ia menyatu dengan rumpun-rumpun dalam semak belukar. Bagi orang dewasa perbedaan 2 kelompok sangat paham. Mereka bisa mengetahui dari baret yang digunakan pasukan itu. Ketika bendera berhasil direbut oleh sekelompok tentara dan menggantikannya dengan bendera putih, ketika itu pula penduduk yang menonton dari rumah masing-masing bertepuk tangan. Bungsu tidak suka  dengan latihan perang ini. Jantungnya berdebar kencang. Ia ketakutan dengan dentuman meriam yang datang menggelegar. Bunyi senjata laras panjang yang bersahut-sahutan. Ia menutup kuping rapat-rapat. Sekalipun demikian, ia tak mampu mengatasi deburan jantung yang berdetak keras karena ketakutan. Ia berpikir, bagaimana kiranya perang ini harus berakhir ????

Ketika itu si bungsu tidak memahami situasi yang terjadi.  Perkembangan politik dalam dan luar negeri saat itu berada dalam keadaan yang memprihatinkan. Orang dewasa memperbincangkannya. Situasi Negara tidak menentu. Bungsu dapat menyimpulkan bahwa akan terjadi peperangan ditempat tinggalnya. Ia berpikir jika terjadi peperangan, ia akan berpisah dengan guru dan teman-tmannya.

Peristiwa yang dialami bungsu itu, ternyata kegiatan latihan gabungan , 3 angkatam, yaitu : Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, serta Kepolisian RI. Semua acara latgab sengaja tidak diketahui masyarakat umumnya., demi terlaksananya Labtgab.

Usai Latgab dari TNI itu, Bungsu diajak Nanaknya beserta kakak dan saudara sepupunya, menyaksikan karnafal TNI – ABRI di kota Padang. Masyarakat yang menunggu disepanjang jalan, memberi applause kepada personil TNI yang memenangkan Latgab. Ada tentara baret merah dan baret hijau yang melintasi jalanan pusat jantung Kota Padang. Bungsu tidak mengingatnya lagi, baret manakah yang memenangkan pertempuran itu, karena antusias masyarakat luar biasa menyambut barisan tentara ini.  

Liburan sekolah :

Saat hari libur sekolah tiba. Kakak-kakak termasuk saudara sepunya datang dari  kota Padang. Dibelakang rumah terdapat pohon langsat yang sedang berbuah lebat. kakaknya memetik buah langsat. Buah itu terasa asam bila baru dipetik dan lama-lama akan terasa manis. Ada lagi kegiatan mengisi liburannya di Tabing ini. Kakak-kakaknya membuat pisau-pisau kecil yang terbuat dari paku besar. Caranya; paku besar yang panjangnya kira-kira 10 cm ditaruh pada rel kereta api. Paku menjadi gepeng oleh gilingan roda-roda gerbong kereta, apabila kereta melintasi rel kereta itu. Eksperimen pembuatan pisau tipis ini, mengakibatkan bungsu dan kakak-kakaknya lupa mandi sore.

Kepala Stasiun Naras – Pariaman :

Sepertinya kekuatan merah semakin kuat dinegara ini. Siang itu Engku Sep diminta oleh Kantor Pusat Jawatan K.A, mengisi formulir keanggotaan SBKA (Serikat Buruh Kereta Api). SBKA merupakan under bow Partai Komunis Indonesia. Engku Sep meminta pendapat isterinya. Nanak melarang mengisi formulir tersebut, karena dalam pandangan Nanak menjadi anggota SBKA akan menjerumuskan Engku Sep pada aliran keras. Bagaimana cara mengelak dari masalah ini. Harus memberikan alas an pada kantor Pusat.  Kala itu, Bungsu menyaksikan bagaimana Nanak,  mendiktekan sebuah surat yang ditulis Engku Sep. Surat ini akan dikirimkan kepada kepala Kantor Jawatan Kereta Api di Padang. Engku Sep menyatakan diri tidak bersedia jadi anggota SBKA. Bahkan bersedia jadi pengurus SBKA.

Tidak berapa lama setelah peristiwa itu, entah disengaja atau tidak, Kepala Stasiun Tabing ini, kemduian ditugaskan setiap dua kali seminggu  ke Stasiun Naras (Nareh) di Pariaman.  Setiap sholat subuh Engku Sep berangkat ke Naras untuk bertugas disana. Setiap pagi Nanak menyiapkan nasi bungkus untuk persiapan makan siang Engku Sep disana. Eheemm… sebuah kenangan membekas lagi dihati bungsu. Setiap Engku Sep bertugas ke Naras, bungsu pun mendapat bagian pula.  Nasi ramas diisu dengan telur balado, ketimun. Kadang-kadang diisi dengan ikan tandeman ( ?) sebesar telunjuk yang diiris dengan cabe ijo. Nasi harum karena dibungkus dengan daun pisang.

Engku Sep dimutasikan Ke Stasiun Lubuk Alung :

Pada tahun 1964, Engku Sep dapat perintah mutasi tugas dari Stasiun Tabing ke Stasiun Lubuk Alung. Mutasi  sangat mengherankan hati Engku Sep dan isterinya. Setahun lagi, Engku Sep memasuki Masa Persiapan Pensiun (MPP).  Tinggal beberapa bulan saja menunggu MPP itu. Pindah tugas ke Lubuk Alung ini agak merepotkan keluarga Engku Sep. Barang-barang pindahan dikemas lagi. Bungsu sempat bersekolah di SD Angkasa selama 1 catur wulan. Karena Engku Sep dan keluarga pindah ke Lubuk Alung, maka Bungsu pun pindah sekolah ke SD negeri di Lubuk Alung.

Meskipun tinggal di desa Tabing ini selama 2 tahun 3 bulan saja, banyak peristiwa serta kegiatan yang dilakukan bungsu didesa ini. Banyak kenangan yang tidak ia lupakan dengan segala aktivitasnya sebagai seorang anak-anak.

Saat kepindahan itu tidak ada keharuan yang dirasakan Engku Sep, bila dibandingkan saat perpindahan Engku Sep dari stasiun Duku dua tahun yang lalu. Hal ini disebabkan baik Engku Sep dan Nanak belum sempat menjalin silaturahmi dengan para tetangga sekitarnya.

Lokomotif dengan rangkaian gerbong kereta, menderu mneinggalkan desa Tabing dengan nama kecamatan yang bernama Koto Tangah ke Kecamatan Lubuk Alung – Sumatera Barat.

Cariiiii  duiiiiiit ….Sussah payah susah payah.

Puspiptek, Serpong 21 Juli 2007

Tinggalkan komentar